Administrasi dan Manajemen Pendidikan
UTS MANAJEMEN PENDIDIKAN
Nama :
Komang
Edi Putra
NIM :
16.1.2.5.2.0929
No Absen : 17
Mata Kuliah : Administrasi dan Manajemen Pendidikan
Jenjang : S2 (Dharma
Acharya)
Semester : I (Ganjil)
Jenis Soal : Take
Home

Soal:
1.
Tujuan
dan manfaat manajemen pendidikan diantaranya terwujudnya suasana belajar dan
pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, menyenangkan dan bermakna. Coba
jelaskan apa maksud dengan kalimat tersebut?
Jawab:
Penyelenggaraan proses belajar
mengajar di sekolah akan berjalan lancar jika didukung oleh adminsitrasi/ketatalaksanaan
yang efisien dan efektif. Sebaliknya, proses belajar mengajar di sekolah yang
administrasinya kurang efisien dan kurang efektif akan menghambat
penyelenggaraan upaya sekolah. Secara umum, administrasi proses belajar
mengajar di sekolah dapat diartikan sebagai upaya pengaturan dan pendayagunaan
seluruh sumberdaya sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan untuk mencapai
tujuan pendidikan di sekolah secara optimal. Adapun sumberdaya sekolah yang
dimaksud adalah sumberdaya manusia dan sumberdaya selebihnya (uang, peralatan,
perlengkapan, bahan, dan
sebagainya), dengan catatan bahwa sumberdaya selebihnya tidak ada artinya
apapun tanpa campur tangan jasa manusia.
Menurut lingkupnya, administrasi
sekolah meliputi administrasi hasil belajar, proses belajar mengajar,
kurikulum, ketenagaan, kesiswaan, sarana dan prasarana, keuangan, dan hubungan
sekolah-masyarakat. Secara rinci dan jelas, sekolah harus mengadministrasi
semua kegiatan pada masing-masing lingkup administrasi tersebut. Sekolah yang memiliki
administrasi/ketatalaksanaan sekolah yang rapi, efisien dan efektif pada
lingkup proses belajar mengajar, kurikulum, ketenagaan/kepegawaian, kesiswaan,
sarana dan prasarana (perpustakaan, peralatan, perlengkapan, bahan, tata
persuratan dan kearsipan, dsb.), keuangan, dan hubungan sekolah-masyarakat.
Sekolah memiliki arsip informasi dan data yang mudah diakses sewaktu-waktu oleh
warga sekolah maupun pihak lain yang memerlukan sesuai dengan aturan yang
berlaku.
Pembelajaran aktif, inovatif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan (PAIKEM), adalah sebuah model pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik melakukan kegiatan (proses belajar) yang beragam
untuk mengembangkan ketrampilan, sikap, dan pemahaman berbagai sumber dan alat
bantu belajar termasuk pemanfaatan lingkungan supaya pembelajaran lebih menarik,
menyenangkan, dan efektif.
PP No. 32 tahun 2013 Bab IV Pasal 19 ayat 1 menyatakan
bahwa ”Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpatisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
keatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik.” Hal tersebut merupakan dasar bahwa guru perlu
menyelenggarakan pembelajaan yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan
(PAKEM).
Dari uraian singkat tentang
Pembelajaran Aktif, Kreatif dan Menyenangkan (PAKEM), dalam pelaksanaan
kurikulum 2013
harus diwujudkan di kelas karena dasar hukumnya sudah jelas yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 32
Tahun 2013 tentang Standar Nasional
Pendidikan. Permasalahannya adalah bagaimana kreatifitas dan inovasi guru dalam
menciptakan suasana kelas agar siswa belajar, yang pada dasarnya belajar adalah
memproduksi gagasan atau membangun makna baru dari pengetahuan awal yang sudah
dimiliki siswa. Siswa sebagai subjek belajar tidak mengkonsumsi gagasan tetapi
memproduksi gagasan dalam proses pembelajaran yang difasilitasi oleh guru. Guru
sebagai fasilitator hendaknya dapat memfasilitasi terwujudnya pembelajaran yang
aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM).
2.
Jelaskan
manajemen sekolah yang dikatakan bermutu mulai dari input, proses dan outcome?
Jawab:
Manajemen sekolah adalah pengelolaan
sekolah yang dilakukan dengan dan melalui sumberdaya manusia untuk mencapai
tujuan sekolah secara efektif dan efisien. Dua hal yang merupakan inti dari
manajemen sekolah adalah aspek dan fungsi. Manajemen dipandang sebagai aspek
meliputi kurikulum, tenaga/sumberdaya manusia, siswa, sarana dan prasarana,
dana, dan hubungan masyarakat. Manajemen dipandang sebagai fungsi meliputi
pengambilan keputusan, pemformulasian tujuan, perencanaan, pengorganisasian,
pengaturan ketenagaan, pengkomunikasian, pelaksanaan, pengkoordinasian,
supervisi, dan pengendalian.
Dengan pola pemikiran manajemen
sekolah yang meliputi aspek dan fungsi seperti tersebut diatas, maka manajemen
sekolah meliputi semua fungsi yang diterapkan pada semua aspek sekolah.
Artinya, sekolah menerapkan pengambilan keputusan, perumusan tujuan,
perencanaan, pengorganisasian, pengaturan ketenagaan, pengkomunikasian,
pelaksanaan, pengkoordinasian, supervisi, dan pengendalian pada semua aspek
sekolah yang terdiri dari kurikulum, tenaga/sumberdaya manusia, siswa, sarana
dan prasarana, dana, dan hubungan masyarakat.
Manajemen sekolah yang dikatakan
bermutu apabila manajemen sekolah tersebut berada pada seluruh komponen sekolah
sebagai sistem, yaitu pada konteks, input, proses, output, outcome, dan dampak
karena manajemen berurusan dengan sistem, mulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengkoordinasian hingga sampai pengontrolan/pengevaluasian.
Kepemimpinan berada pada komponen manusia, baik pendidik dan tenaga
kependidikan, maupun pada peserta didik, karena kepemimpinan berurusan dengan
banyak orang.
Input pendidikian adalah segala
sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses.
sesuatu yang dimaksud adalah berupa sumber daya manusia dan sumber daya
selebihnya, perangkat lunak, dan harapan-harapan sebagai pemandu bagi
berlangsungnya proses.
Proses pendidikan adalah berubahnya
sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh bagi berlangsungnya
proses disebut input, dan sesuatu dari hasil proses disebut output. Proses
dapat dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta
pemaduan input sekolah dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan
situasi pembelajaran yang menyenangkan. Dalam pendidikan, proses yang dimaksud
adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses
pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi,
dengan catatan bahwa proses belajar mengajar memiliki tingkat kepentingan
tinggi dibanding proses-proses yang lain.
Output pendidikan adalah kinerja
sekolah, yaitu prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses sekolah tersebut.
Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektifitasnya,
produktifitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya, dan
moral kerjanya.
Outcome Pendidikan adalah hasil jangka
panjang: dampak jangka panjang terhadap individu, sosial, sikap, kinerja,
semangat, sistem, penghasilan, pengembangan karir, kesempatan pendidikan,
kerja, pengembangan dari lulusan untuk berkembang, dan mutu pada umumnya.
3.
Jelaskan
hubungan manajemen pendidikan dengan kepemimpinan pendidikan?
Jawab:
Sebelum mengkaji lebih lanjut mengenai
hubungan antara kepemimpinan, dan manajemen, saya akan terlebih dahulu membahas
mengenai perbedaan antara kepemimpinan dan manajemen yang seringkali dianggap
sama. Sekilas, kepemimpinan dan manajemen sering diartikan sebagai dua hal yang
sama. Namun, sebenarnya kepemimpinan bukanlah manajemen. Manajemen memiliki
fokus garis dasar tentang bagaimana usaha yang paling baik yang dapat dilakukan
untuk mencapai hal tertentu. Sedangkan, kepemimpinan berurusan dengan garis
puncak tentang apa yang ingin dicapai. “Manajemen adalah mengerjakan segalanya
dengan benar sedangkan kepemimpinan adalah mengerjakan hal-hal yang benar. Kepemimpinan adalah proses
mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya
mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah
"melakukanya dalam kerja". Ditinjau dari segi kekuasaan, manajemen
terlibat kekuasaan karena posisi sedangkan kepemimpinan terlibat kekuasaan
karena pengaruh. Kepemimpinan
ada pada setiap usaha untuk mempengaruhi perilaku kelompok atau individu, untuk
alasan apapun. Sedangkan, manajemen adalah sejenis kepemimpinan untuk mencapai
tujuan organisasi.
Dengan mengetahui beberapa perbedaan
definisi dan konsep antara kepemimpinan dan manajemen, kedua hal tersebut dapat
dihubungkan dengan admnistrasi. “administrasi“ dapat di artikan sebagai suatu
kegiatan atau usaha untuk membantu, melayani, mengarahkan atau mengatur semua
kegiatan dalam mencapai suatu tujuan. Dengan kata lain, dalam mencapai
suatu tujuan yang telah ditetapkan melalui proses kepemimpinan dan manajemen
diadakan proses administrasi. Administrasi
lebih luas dari pada manjemen karena manajemen sebagai salah satu unsur dan
merupakan inti dari administrasi sebagai pelaksana yang bersifat operasional
melainkan mengatur tindakan –tindakan pelaksanaan oleh sekelompok orang yang
disebut “bawahan” jadi dengan manjemen administrasi akan mencapai tujuannya.
Begitu pula hubungannya dengan kepemimpinan, dengan kepemimpinan yang benar
maka akan terjadi proses administrasi yang baik. Semua itu memiliki hubungan
saling timbal balik yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.
Jika manajemen memfokuskan diri pada
suatu sekolah sebagai wadah/sistem,
kepemimpinan menekankan pada orang sebagai jiwanya. Keduanya, manajemen dan kepemimpinan,
diperlukan. Tugas dan fungsi manajemen
adalah mengelola para pelaksananya dengan sejumlah input manajemen seperti
misalnya tugas & fungsi, kebijakan, rencana, program, aturan main, dan
pengendalian agar sekolah sebagai wadah/sistem mampu berkembang. Sedang tugas
dan fungsi pemimpin adalah memimpin warga sekolah agar posisi mereka sebagai
jiwa/nyawa sekolah benar-benar sehat, cerdas, dan dinamis. Jadi, manajemen
berurusan dengan sistem/wadah dan kepemimpinan berurusan dengan orang.
Berpangkal dari tugas dan fungsi
pemimpin sekolah, maka kepemimpinan sekolah adalah kapasitas pemimpin sekolah
dalam memahami dan mengembangkan dirinya, menciptakan dan mengartikulasikan
(visi, misi, tujuan, sasaran, dan strategi sekolah), meyakini bahwa sekolah
adalah tempat untuk belajar, mempengaruhi, memberdayakan, memobilisasi,
membimbing, membentuk kultur, memberi contoh, menjaga integritas, berani
mengambil resiko sebagai pionir dalam pembaruan (kemauan untuk mengetahui yang
belum diketahui, melakukan inovasi dan eksperimentasi agar menemukan cara-cara
baru untuk mengerjakan sesuatu), memotivasi, mendudukkan sumberdaya manusia
lebih tinggi dari pada sumberdaya-sumberdaya selebihnya (uang, peralatan,
perlengkapan, bahan, perbekalan, dsb.), menghargai orang lain atas
kontribusinya, dan bertindak secara proaktif dalam kerangka untuk mencapai
tujuan sekolah secara optimal.
4.
Mengapa
mutu pendidikan Negara Indonesia masih rendah?, jelaskan menurut pendapat
saudara!
Jawab:
Menurut pendangan saya, sesungguhnya mutu pendidikan
Negara Indonesia tidak sepenuhnya masih dikatakan rendah, mengingat negara
Indonesia adalah negara kepulauan dengan berbagai latar belakang suku, ras, dan
agamanya, sehingga pemerataan pendidikan masih belum maksimal. Namun demikian
jika dibandingkan dengan negara maju lainnya di dunia, mutu pendidikan
Indonesia tentu masih sangat rendah. Saya mencoba memberikan pandangan mengapa
mutu pendidikan dimaksud sangat rendah, setidaknya ada tujuh penyebab utama yaitu:
1.
Kurangnya efektifitas dalam penyelenggaraan pendidikan dan
pembelajaran siswa hanya melalui buku paket saja.
Di indonesia telah berganti beberapa
kurikulum misalnya saja dari menjadi KTSP mejadi Kurikulum 2013. Hampir setiap pergantian
menteri mengganti kurikulum lama dengan kurikulum yang baru. Namun adakah yang
berbeda dari kondisi pembelajaran di sekolah-sekolah? Tidak, karena
pembelajaran di sekolah sejak zaman dulu masih memakai kurikulum buku paket.
Sejak era 70-2000an, pembelajaran di kelas tidak jauh berbeda dengan
sebelumnya. Apapun kurikulumnya, guru hanya mengenal buku paket. Materi dalam
buku paketlah yang menjadi acuan dan guru tidak mencari sumber referensi lain. dalam
kegiatan pendidikan hendaknya diarahkan pada pelaksanaan pendidikan yang
efektif dan tepat sasaran. Pendidikan yang efektif bertujuan agar para siswa
dapat menerima pelajaran dengan baik. Untuk menciptakan itu, haruslah suatu
sekolah atau lembaga mempunyai tenaga pengajar yang baik pula agar dapat
memproduksi siswa-siswa yang diinginkan. Dengan tenaga pengajar yang demikian,
mereka dapat dituntut untuk meningkatkan keefektifan dalam pembelajaran agar
pelajaran tersebut dapat berguna. Faktanya banyak terjadi disekolah-sekolah
pelaksanaan pendidikan hanya sebagai formalitas belaka, di sekolah ada sebagian
guru yang datang ke sekolah hanya memberikan tugas atau catatan setelah itu
meninggalkan kelas tanpa ada penjelasan lagi dari pelajaran tersebut dan ketika
bel berbunyi guru baru kembali kekelas hanya untuk mengumpulkan tugas. Banyak
waktu untuk kegiatan pembelajaran habis terbuang percuma, karena banyak siswa
yang ditinggal guru akan bermain-main atau meninggalkan kelas juga.
2.
Guru hanya mengajar Satu Arah
Guru-guru yang lama (guru senior) atau
guru lanjut usia, sulit dan tidak mau mengembangkan pengetahuan dirinya,
meskipun telah menerima tunjangan profesi (sertifikasi). Metode pembelajaran
yang menjadi favorit guru senior ini mungkin hanya satu, yaitu metode
berceramah satu arah. Karena berceramah itu mudah dan ringan, tanpa modal,
tanpa tenaga yang banyak, tanpa persiapan yang rumit hanya perlu siapkan
penggaris kayu yang panjang. Metode
ceramah menjadi metode terbanyak yang dipakai guru karena memang hanya itulah
metode yang benar-benar dikuasai sebagain besar guru. Pernahkah guru mengajak
anak berkeliling sekolahnya untuk belajar? Pernahkah guru membawa siswanya
melakukan percobaan di alam lingkungan sekitar? Atau pernahkah guru membawa
seorang ilmuwan langsung datang di kelas untuk menjelaskan profesinya?. Inilah
yang sering terjadi sehingga eksplorasi pengetahuan dan pemahaman siswa sulit
terjadi dan berkembang.
3.
Kurangnya Sarana Belajar Yang Dimiliki Oleh Sekolah
Pemerataan sarana dan prasarana pendidikan
di setiap sekolah pada kenyataannya belum maksimal. Sebenarnya, perhatian
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah itu sudah cukup, namun jika
dibandingkan dengan kondisi ideal sesungguhnya masih kurang cukup jika tidak
mau dikatakan kurang layak secara maksimal dan idealnya. Masih banyak sarana
dan prasarana belajar di beberapa sekolah khususnya yang ada di daerah,
tertinggal jauh dibandingkan sarana belajar di sekolah-sekolah yang berada di
kota.
4.
Keputusan Menteri pendidikan yang selalu berubah-ubah dan
Aturan daerah yang Mengikat
Setiap pergantian mentri tentu akan
berganti kebijakan agar pak mentri dibilang memiliki kinerja baik dan rapor
mentri tidak merah, padahal tidak memikirkan dampaknya hingga ke sekolah. Sebut
saja tentang tentang Kurikulum 2013 yang dikembalikan ke Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), kemudian kembali lagi ke Kurikulum 2013. Dari persefektif
ini tentu sekolah seharusnya memiliki kurikulum sendiri sesuai dengan
karakteristiknya, sehingga sekolah lebih dapat mengoptimalkan potensi peserta
didik agar lebih baik lagi. Kebijakan yang inkonsisten cendrung akan menghambat
proses kemajuan dan mutu pendidikan sebab guru akan dibingungkan dengan
kebijakan mana yang harus dituruti, sehingga siswa menjadi terbengkalai atau
dengan kata lain guru jarang berada di kelas.
5.
Guru sibuk membuat administrasi
Tuntutan administrasi untuk tetap
memperoleh tunjangan sertifikasi telah membuat guru sibuk melengkapi data,
sibuk menjadi guru pembelajar, sibuk menyiapkan perangkat pembelajaran,
sehingga guru jarang ada di kelas. Guru sibuk mengakses media sosial untuk
menerima info yang kekinian terkait UKG. Siswa hanya diberikan tugas-tugas
sehingga fedback atau umpan balik tidak didapatkan oleh siswa.
6.
Guru sibuk membuat rencana dan metode namun jarang
digunakan.
Karena RPP dibuat bukan oleh guru, maka
ada banyak metode yang tercantum, dan sangat keren, namun metode hanya jadi
penambah tebal halaman dalam RPP semata, tanpa digunakan oleh guru ketika
mengajar. Siswa tidak diberikan secara utuh dan terbuka. Misalnya dalam setiap
ujian post test, siwa boleh menjawab soal dengan membaca buku, atau mencari
sumber-sumber yang relevan, bertanya kepada orang tua, dan atau orang yang
lebih dewasa. Sementara Guru sepertinya belum siap menerapkan metode ini karena
masih kesulitan dan belum terbiasa membuat soal terbuka.
7.
Budaya Mencontek
Budaya mencontek memnag diperlukan,
tetapi bukan pada saat Ujian atau mengikuti tes tertentu. Jika siswa menyontek
itu sudah hal yang biasa terjadi. Tetapi apakah kita tahu kalau "guru juga
menyontek"? Ini lebih parah lagi. Lihatlah tes-tes yang diikuti guru saat
PLPG atau UKG, tes untuk masuk sebagai pegawai negeri sipil (PNS) yang diikuti
guru, menyontek telah menjadi budaya tersendiri, dikalangan masyarakat Indonesia.
Komentar
Posting Komentar