Penelitian Tindakan Sekolah (PTS)

MENJADI KEPALA SEKOLAH
YANG BERKARAKTER DAN PROFESIONAL
MELALUI KEARIFAN LOKAL

OLEH 
KOMANG EDI PUTRA, S.AG


BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang Masalah
Kepemimpinan kepala sekolah sangat menunjang akan tercapainya pengelolaan sekolah yang efektif dan efisien. Untuk menciptakan sekolah yang efektif dan efisien, kepala sekolah sebagai manajer pendidikan di tingkatan sekolah dan ujung tombak utama dalam mengelola pendidikan diharapkan mampu memegang tugas dan bertanggung jawab memegang peran aktif dalam memajukan sekolah yang dipimpinnya.
Banyak faktor penghambat tercapainya kualitas keprofesionalan kepemimpinan kepala sekolah, seperti misalnya proses pengangkatannya, rendahnya mental kepala sekolah yang ditandai dengan kurangnya motivasi dan semangat serta kurangnya disiplin dalam melakukan tugas, dan seringnya datang terlambat, wawasan kepala sekolah yang masih sempit, serta banyak faktor penghambat lainnya yang menghambat tumbuhnya kepala sekolah yang professional untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Ini mengimplikasikan rendahnya produktivitas kerja kepala sekolah yang berimplikasi juga pada mutu (input, proses, dan output).
Penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas sangat erat kaitannya dengan keberhasilan peningkatan kompetensi dan profesionalisme Pendidik dan Tenaga Kependidikan tanpa mengabaikan faktor-faktor lainnya seperti sarana dan prasarana serta pembiayaan. Kepala sekolah merupakan salah satu pendidik yang posisinya memegang peran sangat signifikan dan strategis dalam meningkatkan profesionalisme guru dan mutu pendidikan di sekolah. Keberhasilan sebuah lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh peran kepemimpinan kepala sekolah. Karena kepala sekolah sebagai pemimpin di satuan pendidikan, maka kepala sekolah harus mampu membawa sekolah yang dipimpinnya ke arah tercapainya tujuan yang telah di tentukan. Kepala sekolah harus mampu melihat adanya perubahan terhadap regulasi pendidikan dan kehidupan globalisasi.
Pendidikan karakter sebagaimana yang diamanatkan dalam implementasi kurikulum 2013 di Sekolah Dasar, juga menjadi trending topik yang ramai saat ini di kalangan dunia pendidikan. Pendidikan karakter tidak sekedar dipandang sebagai salah satu program prioritas pemerintah (revolusi mental) saat ini, tetapi juga merupakan desakan masyarakat yang sudah klimaks, dikarenakan hasil pendidikan berupa perilaku masyarakat saat ini banyak yang tidak sesuai dengan harapan dan tujuan pendidikan dan bahkan harapan masyarakat itu sendiri. Beberapa pihak baik perorangan maupun kelembagaan telah merespon hal ini secara positif, untuk mewujudkan generasi emas Indonesia yang berkaratkter dan bermartabat.
Pendidikan karakter merupakan upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan yang berakhlak mulia. Pada dasarnya manusia mempunyai karakteristik yang sama, dan itulah dan itulah yang kita sebut fitrah. Karakteristik manusia berlaku universal dan adanya batas-batas dan aturan tertentu.
Kenyataan data dan fakta sebagaimana yang dimuat baik dalam surat kabar maupun update media sosial bahwa, di sekolah masih  terdapat beberapa guru yang tidak sesuai dengan harapan bangsa. Guru belum mencerminkan diri sebagai guru yang ideal, inovatif dan berkarakter mulia yang siap mendidik dan menjadi tauladan bagi siswa, dan memiliki professionalisme serta dedikasi sosial yang masih sangat rendah. Hal ini membuat lembaga pendidikan (sekolah) tidak ada perkembangan dan tujuan untuk meningkatkan pendidikan yang bermutu, sehingga sangat jauh dari harapan. Peranan guru dalam membentuk generasi muda yang berkarakter tidak dapat diganti dengan oleh media pendidikan secanggih apapun. Hal ini karena pendidikan berkarakter membutuhkan teladan yang hanya ditemukan dalam pribadi para guru dan manusia yang sudah dewasa. Tanpa peranan guru dan orang dewasa lainnya pendidikan karakter tidak akan terwujud.
Dari kenyataan di atas, peranan kepala sekolah untuk dapat membina, memotivasi dan membentuk pendidikan yang berkarakter bagian dari keberhasilan untuk membentuk manusia yang berkarakter terutama kepribadian guru dan siswa. Peningkatan kualitas dan keprofesinalisme kepala sekolah dalam membina dan memimpin warga sekolah adalah syarat mutlak untuk menciptakan manusia yang berkarakter dan meningkatnya mutu pendidikan serta terwujudnya cita-cita generasi emas bangsa Indonesia pada tahun 2025.
Peran kepala sekolah yang professional sangat menentukan dalam pembentukan kepribadian, cita-cita dan mewujudkan visi dan misi yang telah dicanangkan oleh warga sekolah. Dengan kompetensi yang dimiliki oleh seorang kepala sekolah yang professional maka, akan dapat menjadikan kepala sekolah yang berkepribadian, memiliki jiwa kewirausahaan, mampu menjalin hubungan sosial yang harmonis dan berkembang dalam meningkatkan mutu pendidikan serta dapat meningkatkan, membina dan mencarikan solusi yang terbaik melalui supervisi terhadap guru-guru, sehingga warga sekolah akan merasa bergairah dalam bekerja dan belajar.
Dengan perhatian dari kepala sekolah yang berkarakter dan berprofesional maka, akan melahirkan guru-guru dan siswa yang siap untuk berkompetensi dan dapat bersaing dengan dunia luar di masa globalisasi dan perdagagan bebas MEA (Masyarakat Ekonomi Asia), sehingga akan terbentuk manusia indonesia yang berkarakter, senang belajar, dapat menggunakan teknologi, dan menghasilkan produksi yang berkualitas dan dapat dikagumi oleh bangsa lain.
Fenomena persaingan bebas tersebut menjadi tantangan bagi kepala sekolah untuk dapat melakukan suatu perubahan dalam proses manajemen 8 Standar Nasional Pendidikan yang optimal. Untuk itu kepala sekolah harus dapat menciptakan manajemen yang berlangsung secara aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menarik. Menyikapi tentang beberapa permasalahan tersebut maka penulis mencoba menerapkan manajemen yang mengakomodasikan seluruh permasalahan tersebut melalui sebuah Penelitian Tindakan Kelas yang berjudul Menjadi Kepala Sekolah Yang Berkarakter dan Profesional Melalui Kearifan Lokal” di SD Bali Public School, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar, Tahun Pelajaran 2015/2016”.

1.2   Rumusan Masalah dan Pemecahan Masalah
1.2.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dari uraian di atas, maka terdapat dua rumusan masalah sebagai berikut :
1.    Bagaimana gambaran kepala sekolah yang berkarakter dan profesional di SD Bali Public School, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar, Tahun Pelajaran 2015/2016?
2.    Bagaimana upaya menjadi kepala sekolah yang berkarakter dan profesional di SD Bali Public School, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar, Tahun Pelajaran 2015/2016?
1.2.2 Pemecahan Masalah
Dalam upaya untuk menjadikan diri sebagai seorang Kepala Sekolah yang berkarakter dan profesional,  kepala sekolah megkaji dan sekaligus merancang beberapa pokok pikiran dan kegiatan yang terprogram melalui suatu bentuk kearifan lokal khususnya untuk mengenal keraifan lokal sekolah. Dalam pendekatannya digunakan penerapan tekhnik manajemen kerjasama, dimana semua komponen berperan dan terlibat langsung dalam mengupayakan, melaksanakan dan menjaga kearifan lokal dimaksud.
Penggunaan tekhnik manajemen kerjasama dalam pengelolaan 8 Standar Nasional Pendidikan di SD Bali Public School memungkinkan terciptanya kondisi sekolah yang kondusif bagi siswa untuk belajar bekerjasama secara efektif dalam interaksi belajar mengajar di dalam mapun di luar kelas untuk mengaktualisasikan sikap, perilaku, dan kemampuannya dalam bekerjasama (berkarakter dan profesional). Untuk itu guru hendaknya memberikan pengarahan dan membimbing siswa di dalam membentuk kelompok belajarnya agar kelompok yang  terbentuk  mencerminkan kondisi kehidupan masyarakat di dalam kelas.
Melalui penerapan tekhnik manajemen kerjasama, siswa dan guru serta staf dilatih untuk mampu mengembangkan sikap dan perilaku-perilaku sosial yang memungkinkan dirinya untuk memahami sedini mungkin realita kearifan lokal (khususnya keraifan lokal yang membentuk karakter) yang mencerminkan kehidupan masyarakat. Untuk mengaktifkan peran siswa, guru, dan staf, kepala sekolah perlu memberikan pembinaan secara langsung maupun tidak langsung semaksimal mungkin, seperti memberi contoh dan selalu tampil profesional.

1.3  Tujuan Penyusunan
                   Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan Penelitian Tindakan Kelas ini adalah :


1.3.1   Tujuan Umum
Tujuan Umum dari penyusunan Penelitian Tindakan Kelas yaitu untuk mendeskripsikan gambaran kepala sekolah yang berkarakter dan profesional di SD Bali Public School, serta untuk mengetahui upaya-upaya untuk menjadi kepala sekolah yang berkarakter dan profesional di SD Bali Public School.
1.3.2   Tujuan Khusus
Tujuan Khusus dari penyusunan Penelitian Tindakan Kelas yaitu untuk memenuhi salah satu syarat dan sebagai bahan penilaian dalam mengikuti seleksi calon kepala Sekolah Dasar berprestasi mewakili Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Denpasar ke tingkat Provinsi Bali pada tahun 2016.

1.4  Manfaat Penyusunan
Adapun manfaat yang  diharapkan dari penyusunan Penelitian Tindakan Kelas ini adalah :
1.4.1   Bagi Siswa
Dengan adanya asumsi dari kepala SD Bali Public School bahwa model manajamen kooperatif dapat meningkatkan pemahaman konsep kearifan lokal sehingga karakter siswa dan juga prestasi atau nilai siswa dapat memenuhi standar KKM yang telah ditentukan dan dapat melatih keterampilan kooperatif siswa maka siswa akan memperoleh gambaran  bahwa belajar budaya (kearifan lokal) dapat lebih mudah dipahami dengan bekerjasama dalam kelompok. Selain itu pula, melalui manajemen kearifan lokal ini, siswa dapat mengikuti proses belajar mengajar yang lebih efektif dan tidak membosankan.
1.4.2   Bagi Guru
Penelitian Tindakan Kelas ini berusaha mengungkap beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan karakter siswa serta prestasi belajar dan pemahaman konsep kearifan lokal khususnya pada materi yang berhubungan dengan muatan mata pelajaran pada kurikulum nasional dan juga muatan lokal. Apabila ternyata terungkap bahwa strategi manajemen kearifan lokal dengan model manajemen kooperatif dapat meningkatkan pemahaman konsep kebudayaan dan ketrampilan kooperatif siswa sehingga karakter siswa semakin terbentuk, maka informasi ini akan merupakan masukan yang berharga bagi para guru dalam memilih pendekatan pembelajaran yang tepat sesuai dengan situasi kondisi di sekolah, dan materi yang diajarkan.
Model pembelajaran dengan pendekatan kearifan budaya lokal merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif bagi masyarakat di kota dan di daerah memanfaatkan hasil tulisan ini dalam merencanakan kegiatan pembelajaran. Khusus untuk guru juga diharapkan dapat memiliki pedoman baru tentang pembelajaran dan membina proses belajar mengajar yang lebih efektif, efesien serta dapat memberikan kontribusi yang positif untuk meningkatkan karakter dan prestasi belajar siswa.
1.4.3   Bagi Sekolah
Dengan asumsi bahwa kepala sekolah yang berkarakter dan profesional akan mampu memanajemen seluruh stakeholder yang ada untuk memajukan sekolah secara bersama-sama. Dengan pendekatan manajemen kooperatif dapat meningkatkan pemahaman konsep kearifan lokal dan meningkatkan keterampilan kooperatif siswa, sehingga dapat memberikan masukan kepada kepala sekolah untuk memasukan manajemen keraifan lokal dalam mengelola 8 Standar Nasional Pendidikan untuk menuju sekolah berprestasi di satuan pendidikan masing-masing dengan tetap mencerminkan siswa yang cerdas dan berkarakter.

1.4.4   Bagi Komite dan Orang Tua Siswa
Dapat memberikan gambaran dan penyadaran kepada komite dan orang tua untuk secara bersama-sama menjaga kearifan lokal yang terdapat di masyarakat sebagai bentuk cerminan masyarakat yang berbudaya dan menghargai warisan leluhur untuk memperkokoh rasa persatuan dan kesatuan diantara masyarakat dimanapun mereka berada.

BAB II
LANDASAN TEORI  DAN  KAJIAN  PUSTAKA

2.1  Pengertian Kepala Sekolah
Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun 1990 bahwa: “Kepala sekolah bertanggungjawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana”.
Kepala sekolah berasal dari dua kata yaitu “Kepala” dan “Sekolah” kata kepala dapat diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga. Sedang sekolah adalah sebuah lembaga di mana menjadi tempat menerima dan memberi pelejaran. Jadi secara umum kepala sekolah dapat diartikan pemimpin sekolah atau suatu lembaga di mana temapat menerima dan memberi pelajaran.
Wahjosumidjo (2002:83) mengartikan bahwa: “Kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Sementara Rahman dkk (2006:106) mengungkapkan bahwa “Kepala sekolah adalah seorang guru (jabatan fungsional) yang diangkat untuk menduduki jabatan struktural (kepala sekolah) di sekolah”.
Dalam wikipedia Indonesia (https://id.wikipedia.org/wiki/); Kepala sekolah adalah guru yang diberikan tugas tambahan untuk memimpin suatu sekolah yang diselenggarakan proses belajar-mengajar atau tempat terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Secara etimologi, kepala sekolah merupakan padanan dari school principal yang tugas kesehariannya menjalankan principalship atau kekepalasekolahan. Istilah kekepalasekolahan mengandung makna sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi sebagai kepala sekolah. Penjelasan ini dipandang penting, karena terdapat beberapa istilah untuk menyebut jabatan kepala sekolah, seperti administrasi sekolah (school administrator), pimpinan sekolah (school leader), manajer sekolah (school manajer), dan sebagainya.
Jadi yang dimaksud kepala sekolah dalam Penelitian Tindakan Sekolah ini adalah seorang guru yang diberikan tugas tambahan untuk memimpin dan memanajemen suatu sekolah yang diselenggarakannya proses belajar-mengajar atau tempat terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.
2.2  Pengertian Karakter
Istilah karakter dihubungkan dan dipertukarkan dengan istilah etika, ahlak, dan atau nilai dan berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif, bukan netral. Sedangkan Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Dengan demikian karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpateri dalam diri dan terwujudkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olahraga seseorang atau sekelompok orang.
Karakter juga sering diasosiasikan dengan istilah apa yang disebut dengan temperamen yang lebih memberi penekanan pada definisi psikososial yang dihubungkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Sedangkan karakter dilihat dari sudut pandang behaviorial lebih menekankan pada unsur somatopsikis yang dimiliki seseorang sejak lahir. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses perkembangan karakter pada seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor yang khas yang ada pada orang yang bersangkutan yang juga disebut faktor bawaan (nature) dan lingkungan dimana orang yang bersangkutan tumbuh dan berkembang. Faktor bawaan boleh dikatakan berada di luar jangkauan masyarakat dan individu untuk mempengaruhinya. Sedangkan faktor lingkungan merupakan faktor yang berada pada jangkauan masyarakat dan ndividu. Jadi usaha pengembangan atau pendidikan karakter seseorang dapat dilakukan oleh masyarakat atau individu sebagai bagian dari lingkungan melalui rekayasa faktor lingkungan.
Pusat Pengkajian Pedagogik UPI (2010:6) mendefinisikan pendidikan karakter dalam setting sekolah sebagai “pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai yang dirujuk oleh sekolah.” Definisi lainnya dikemukakan oleh Fakry Gaffar (2010:1) “Sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian  seseorang sehingga  menjadi satu  dalam perilaku kehidupan orang itu.” Sedangkan menurut Ratna Megawangi (2004:95) pendidikan karakter “sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif  kepada lingkungannya.”
Definisi lainnya dikemukakan oleh akhmad Sudrajat (2010) “Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia yang seutuhnya.
Jadi yang dimaksud karakter dalam karya tulis ini adalah pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku sesorang (kepala sekolah) secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai yang dirujuk oleh sekolah.

2.3  Pengertian Profesional
Beberapa pendapat para pakar dalam http://www.maribelajarbk.web.id mengenai pengertian Profesional diantaranya sebagai berikut;
a.    Menurut Kusnanto:
Profesional adalah seseorang yang memiliki kompetensi dalam suatu pekerjaan tertentu


b.    Menurut KKBI
Profesional bersangkutan dengan profesi yang memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya.

c.    Daryl Koehn
Profesional adalah orang yang memberikan pelayanan kepada klien

d.   Lisa Anggraeny
Profesional merupakan suatu tuntutan bagi seseorang yang sedang mengemban amanahnya agar mendapatkan proses dan hasil yang optimal

e.    Hary Suwanda
Profesional adalah seorang yang benar-benar ahli di bidangnya dan mengandalkan keahliannya tersebut sebagai mata pencahariannya

f.     Tanri Abeng (2002)
Seorang profesional harus mampu menguasai ilmu pengetahuannya secara mendalam, mampu melakukan kerativitas dan inovasi atas bidang yang digelutinya serta harus selalu berfikir positif dengan menjunjung tinggi etika dan integritas profesi

Menurut Kusnandar (2007:46) mengemukakan bahwa “Profesionalisme adalah kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan yang berkaitan dengan mata pencaharian sesseorang”. Selanjutnya Profesionalisme menurut Mohamad Surya (2007:214) adalah: Sebutan yang mengacu pada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota asuatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionlanya. Sementara Sudarwan Danin (2002:23) mendefinisikan bahwa: “Profesionalisme adalah komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengmbangkan strategi-strategi yang digunakanny dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya itu Kemudian Freidson (1970) dalam Syaiful Sagala (2005:199) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan profesionalisme adalah “sebagai komitmen untuk ide-ide professional dan karir”.
Jadi yang dimaksud profesional dalam Penelitian Tindakan Sekolah ini adalah upaya untuk mencapai sukses dalam bekerja, seorang kepala sekolah harus mampu bersikap profesional. Profesional tidak hanya berarti ahli saja. Namun selain memiliki keahlian juga harus bekerja pada bidang yang sesuai dengan keahlian yang dimilikinya tersebut. Seorang profesional tidak akan pernah berhenti menekuni bidang keahlian yang dimiliki. Selain itu, seorang profesional juga harus selalu melakukan inovasi serta mengembangkan kemampuan yang dimiliki supaya mampu bersaing untuk tetap menjadi yang terbaik di bidangnya. Dengan kata lain,  profesionalisme adalah suatu bentuk komitmen para anggota suatu profesi (guru) untuk selalu meningkatkan dan mengembangkan kompetensinya yang bertujuan agar kualitas keprofesionalannya dapat tercapai secara berkesinambungan.



2.4  Kepala Sekolah Yang Berkarakter dan Profesional  
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah adalah sorang guru yang mempunyai kemampuan untuk memimpin segala sumber daya yang ada pada suatu sekolah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan bersama. Jadi profesionalisme kepemimpinan kepala sekolah berarti suatu bentuk komitmen para anggota suatu profesi untuk selalu meningkatkan dan mengembangkan kompetensinya yang bertujuan agar kualitas keprofesionalannya dalam menjalankan dan memimpin segala sumber daya yang ada pada suatu sekolah untuk mau bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama.

2.5  Pengertian Kearifan Lokal
Kearifan lokal, terdiri dari dua kata yaitu kearifan (wisdom) atau kebijaksanaan dan lokal (local) atau setempat. Jadi kearifan lokal adalah gagasan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Nilai terpentingnya adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Secara konseptual, kearifan lokal dan keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara tradisional.
Pengertian Kearifan Lokal dilihat dari kamus InggrisIndonesia, terdiri dari 2 kata yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local). Local berarti setempat dan wisdom sama dengan kebijaksanaan. Dengan kata lain  maka local wisdom dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai-nilai, pandangan-pandangan setempat (local)  yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Menurut Antariksa (2009), kearifan lokal merupakan unsur bagian dari tradisi-budaya masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi bagian-bagian yang ditempatkan pada tatanan fisik bangunan (arsitektur) dan kawasan (perkotaan) dalam geografi kenusantaraan sebuah bangsa. Dari penjelasan beliau dapat dilihat bahwa kearifan lokal merupakan langkah penerapan dari tradisi yang diterjemahkan dalam artefak fisik. Hal terpenting dari kearifan lokal adalah proses sebelum implementasi tradisi pada artefak fisik, yaitu nilai-nilai dari alam untuk mengajak dan mengajarkan tentang bagaimana ‘membaca’ potensi alam dan menuliskannya kembali sebagai tradisi yang diterima secara universal oleh masyarakat, khususnya dalam berarsitektur. Nilai tradisi untuk menselaraskan kehidupan manusia dengan cara menghargai, memelihara dan melestarikan alam lingkungan. Hal ini dapat dilihat bahwa semakin adanya penyempurnaan arti dan saling mendukung, yang intinya adalah memahami bakat dan potensi alam tempatnya hidup; dan diwujudkannya sebagai tradisi.
Definisi kearifan lokal secara bebas dapat diartikan nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam suatu masyarakat. Hal ini berarti, untuk mengetahui suatu kearifan lokal di suatu wilayah maka kita harus bisa memahami nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam wilayah tersebut. Kalau mau jujur, sebenarnya nilai-nilai kearifan lokal ini sudah diajarkan secara turun temurun oleh orang tua kita kepada kita selaku anak-anaknya. Budaya gotong royong, saling menghormati dan tepa salira merupakan contoh kecil dari kearifan lokal.
Berdasarkan definisi-definisi di atas saya membuat definisi dengan pendapat saya sendiri. Menurut saya sendiri, kearifan lokal adalah sesuatu yang memiliki nilai-nilai budaya yang baik yang sebenarnya sudah diajarkan semenjak lama dari nenek moyang kita terdahulu.
Dari definisi-definisi itu, kita dapat memahami bahwa kearifan lokal adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu dari generasi ke generasi. Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu muncul lewat cerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian-nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan atau hukum setempat.
Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika masyarakat lokal yang mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima dan mengklaim hal itu sebagai bagian dari kehidupan mereka. Dengan cara itulah, kearifan lokal dapat disebut sebagai jiwa dari budaya lokal. Hal itu dapat dilihat dari ekspresi kearifan lokal dalam kehidupan setiap hari karena telah terinternalisasi dengan sangat baik. Tiap bagian dari kehidupan masyarakat lokal diarahkan secara arif berdasarkan sistem pengetahuan mereka, dimana tidak hanya bermanfaat dalam aktifitas keseharian dan interaksi dengan sesama saja, tetapi juga dalam situasi-situasi yang tidak terduga seperti bencana yang datang tiba-tiba.
Berangkat dari semua itu, kearifan lokal adalah persoalan identitas. Sebagai sistem pengetahuan lokal, ia membedakan suatu masyarakat lokal dengan masyarakat lokal yang lainnya. Perbedaan itu dapat dilihat dari tipe-tipe kearifan lokal yang dapat ditelusuri:
1.  Kearifan lokal dalam hubungan dengan makanan: khusus berhubungan dengan lingkungan setempat, dicocokkan dengan iklim dan bahan makanan pokok setempat. (Contoh: Sasi laut di Maluku dan beberapa tempat lain sebagai bagian dari kearifan lokal dengan tujuan agar sumber pangan masyarakat dapat tetap terjaga).
2.  Kearifan lokal dalam hubungan dengan pengobatan: untuk pencegahan dan pengobatan. (Contoh: Masing-masing daerah memiliki tanaman obat tradisional dengan khasiat yang berbeda-beda).
3.  Kearifan lokal dalam hubungan dengan sistem produksi: Tentu saja berkaitan dengan sistem produksi lokal yang tradisional, sebagai bagian upaya pemenuhan kebutuhan dan manajemen tenaga kerja. (Contoh: Subak di Bali; di Maluku ada Masohi untuk membuka lahan pertanian, dll.).
4.  Kearifan lokal dalam hubungan dengan perumahan: disesuaikan dengan iklim dan bahan baku yang tersedia di wilayah tersebut (Contoh: Rumah orang Eskimo; Rumah yang terbuat dari gaba-gaba di Ambon, dll.).
5.  Kearifan lokal dalam hubungan dengan pakaian: disesuaikan dengan iklim dan bahan baku yang tersedia di wilayah itu.
6.  Kearifan lokal dalam hubungan sesama manusia: sistem pengetahuan lokal sebagai hasil interaksi terus menerus yang terbangun karena kebutuhan-kebutuhan di atas. (Contoh: Hubungan Pela di Maluku juga berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan pangan, perumahan, sistem produksi dan lain sebagainya).

2.6  Kearifan Lokal di Sekolah Dasar
Sekolah Dasar merupakan lembaga pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia 6-12 tahun. Pendidikan di sekolah dasar bertujuan untuk memberi bekal kemampuan dasar kepada anak didik berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang bermanfaat bagi dirinya sesuai dengan tingkat perkembangannya, dan mempersiapkan mereka melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan sekolah menengah pertama (Suharjo, 2006:1).
Sekolah dasar tidak hanya memiliki peran untuk membentuk peserta didik menjadi generasi yang berkualitas dari sisi kognitif (pengetahuan), tetapi juga harus membentuk sikap dan perilaku peserta didik sesuai dengan tuntutan yang berlaku. Apa jadinya jika di sekolah peserta didik hanya dikembangkan ranah kognitifnya, tetapi diabaikan afektifnya? Tentunya akan banyak generasi penerus bangsa yang pandai secara akademik, tapi lemah pada tataran sikap dan perilaku. Hal demikian tidak boleh terjadi, karena akan membahayakan peran generasi muda dalam menjaga keutuhan bangsa dan Negara Indonesia.
Salah satu nilai yang dapat dikembangkan di sekolah dasar adalah nilai budaya lokal. Nilai ini penting dikembangkan mengingat sekarang ini banyak pengaruh yang datang dari luar. Pengaruh itu tidak semuanya baik, tetapi adapula yang negatif. Salah satu pengaruh negatif yang perlu mendapat perhatian adalah masuknya budaya-budaya asing yang dapat mengikis rasa cinta tanah air/cinta budaya siswa yang merupakan generasi penerus bangsa.
Guna mencapai perannya tersebut, dalam proses pembelajaran di sekolah  dasar yang dilakukan oleh seorang guru tidak akan mampu berjalan lancar tanpa dukungan dari beberapa komponen lainnya. Untuk itu dalam melakukan pembelajaran di sekolah dasar seorang guru memerlukan beberapa komponen yang mampu mendukung kelancaran berlangsungnya proses tersebut.

BAB III
METODE PEMBAHASAN

3.1  Setting Lokasi dan Waktu
Penelitian Tindakan Sekolah ini disusun pada semester II (Genap) tahun pelajaran 2015/2016  bertempat di SD Bali Public School pada bulan Januari sampai dengan bulan Mei 2016. Pemilihan waktu penyusunan ini didasarkan pada usaha yang dilakukan oleh penyusun (kepala sekolah) untuk meningkatkan pemahaman konsep kepala sekolah yang berkarakter dan profesional melalui kearifan lokal yang telah dirancang dan direncanakan sebagai sebuah budaya di SD Bali Public School. Pemilihan lokasi ini karena penyusun bertugas sebagai kepala sekolah di SD Bali Public School sehingga sekaligus dapat mempraktikan karakter yang sesuai dengan kearifan lokal  yang merupakan wujud nyata profesionalisme sebagai upaya untuk meningkatkan prestasi akademis dan non akademis siswa di SD Bali Public School.

3.2  Pendekatan Pembahasan
Dalam Penelitian Tindakan Sekolah ini, penyusun menggunakan pendekatan pembahasan secara kualitatif karena menyajikan data yang berupa kata-kata dan bahasa. Moleong (2012:6) mengatakan bahwa; Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Pendekatan pembahasan kualitatif merupakan gambaran tentang permasalahan yang sedang terjadi, dimana penguraian hasil penelitian dilakukan secara deskriptif.

3.3  Subjek Pembahasan
Subjek pembahasan adalah siswa, guru, staf, dan juga kepala sekolah secara langsung, serta melibatkan komite SD Bali Public School dengan jumlah siswa yang berjumlah 366 orang yang terdiri dari 16 rombongan belajar.

3.3 Sumber Data
Data dalam Penelitian Tindakan Sekolah ini tergolong data  primer yang diperoleh langsung dari kepala sekolah. Dengan demikian yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah siswa, guru, staf, dan juga kepala sekolah secara langsung, serta melibatkan komite SD SD Bali Public School, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar.

3.4 Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penyusunan Penelitian Tindakan Sekolah ini akan dilakukan secara berkesinambungan dari awal sampai dengan akhir proses. Adapun proses awal analisis data yaitu: (1) tahap perencanaan, (2) tahap pengumpulan data, (3) tahap pemisahan data, (4) Data yang telah dipisahkan akan dikelompokkan sesuai dengan tujuan penulisan, dan (5) tahap penyelesaian, dapat dilakukan dengan baik. Sedangkan proses analisis data dalam penyusunan Penelitian Tindakan Sekolah ini meliputi (1) reduksi data, (2) penyajian data, (3) verifikasi, dan (4) menarik kesimpulan.

BAB IV
PEMBAHASAN

Setelah menetapkan metode penelitian khususnya mengenai metode pengumpulan data, maka langkah selanjutnya adalah melakukan penelitian untuk memperoleh sejumlah data. Data yang telah terkumpul kemudian akan di analisis sesuai dengan metode analisis data yang telah ditetapkan yakni dengan analisis deskriptif  kualitatif. Digunakannya metode deskriptif,  karena tujuan penyusunan Penelitian Tindakan Sekolah ini hanya untuk mendiskripsikan mengenai gambaran kepala sekolah yang berkarakter dan profesional di SD Bali Public School melalui sebuah pendekatan kearifan lokal.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka Penelitian Tindakan Sekolah ini, mengambil lokasi penyusunan di SD Bali Public School Denpasar yang beralamat di Jalan Drupadi Nomor 52 Renon, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar, Tahun Pelajaran 2015/2016.

4.1 Deskripsi SD Bali Public School
                   SD Bali Public School beralamat di Jalan Drupadi Nomor 52 Renon, Banjar Sungiangsari, Desa Sumerta Kelod, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar. SD Bali Public School berdiri di bawah Yayasan Ananda Vidya Bali sejak tahun 2005. Letak sekolah sangat startegis dan berada di wilayah perkotaan. Kemajuan kemampuan taraf ekonomi masyarakat, khususnya orang tua yang putra/putrinya sudah berumur rata-rata 6.5 tahun atau sudah berusia sekolah dasar memicu semangat untuk menyekolahkan putra/putrinya di SD Bali Public School. Mengimbangi kemajuan pertumbuhan perekonomian  masyarakat diperlukan kwalitas pendidikan yang memadai. Kualitas pendidikan yang memadai akan didapatkan tentunya jika dimulai dari bagaimana  budaya dan perkembangan sekolah yang diawali dari kenyamanan siswa belajar dan bagaimana guru mengajar di kelas.

4.2 Deskripsi  Awal Kondisi Sekolah           
Berdasarkan hasil observasi awal yang penulis lakukan sebelum penyusunan Penelitian Tindakan Sekolah ini, diperoleh beberapa hal diantaranya:
(1).  Di tahun ajaran 2011/2012, siswa, guru, dan staf sebagian besar masih cenderung pasif dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah. Selain kegiatan belajar mengajar, siswa jarang sekali yang mengajukan pertanyaan, gagasan atau menanggapi petanyaan serta memberikan respons dalam proses pembelajaran. Interaksi antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa dengan lingkungannya sangat kurang. Tidak ada pola kooperatif (kerjasama) antar siswa dalam proses pembelajaran. Siswa cenderung kompetitif dalam belajar, artinya yang memiliki kemampuan akademis lebih tinggi jarang bekerjasama dengan siswa yang kemampuan akademisnya rendah. Proses pembentukan pengetahuan siswa jarang melalui proses menemukan sendiri.
(2). Siswa hanya dijejali materi dan ceramah seolah-olah tanpa makna dan abstrak. Anak se usia sekolah dasar sangat memerlukan contoh-contoh yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Materi yang cendrung abstrak akan mengakibatkan menurunnya motivasi belajar siswa.
(3).  Tatanan karakter siswa, guru, dan staf belum berkembang dengan maksimal, belum adanya budaya 5 S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, dan Santun). Begitu juga dengan kesadaran dan pembiasaan berprilaku hidup sehat dan bersih, karena sudah dilayani oleh petugas cleaning servis.
(4).  Prestasi individual siswa dan juga guru baik yang bersifat pribadi maupun secara umum membina siswa belum optimal.
Dengan kondisi seperti yang diantaraya telah dipaparkan di atas, berimplikasi terhadap rendahnya prilaku (karakter) dan budaya prestasi dan kesadaran akan peningkatan mutu dan kualitas pendidikan (profesionalisme). Belum maksimalnya karakter 5S dan tingkat prestasi sekolah merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi kepala sekolah untuk berupaya memanajamen semua stakeholder yang ada untuk secara bersam-sama menuju sekolah berprestasi baik secara akademis, maupun non akademis. Kenyataan ini menunjukkan bahwa sebenarnya masih perlu ada upaya-upaya yang harus dilaksanakan untuk meningkatkan proses manajemen di sekolah. Upaya pemecahan masalah-masalah pembelajaran tersebut dalam upaya meningkatkan pemahaman konsep dan meningkatkan keterampilan kooperatif siswa, guru, staf, dan juga peran komite sekolah dilakukan dengan mengimplementasikan peran seorang kepala sekolah yang berkarakter dan profesional.       

4.3 Hakekat Kepala Sekolah yang Berkarakter dan Profesional
Wahjosumidjo (2002:83) mengartikan bahwa: “Kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Sementara Rahman dkk (2006:106) mengungkapkan bahwa “Kepala sekolah adalah seorang guru (jabatan fungsional) yang diangkat untuk menduduki jabatan struktural (kepala sekolah) di sekolah”.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah/Madrasah, pasal 11 ayat (1) dinyatakan bahwa Pengembangan keprofesian berkelanjutan meliputi pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap pada dimensi-dimensi kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial.
Kompetensi kepala sekolah/madrasah seperti yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Dalam peraturan tersebut terdapat lima dimensi kompetensi yaitu: kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial. Setiap dimensi kompetensi memiliki kompetensi dasar yang harus dimiliki seorang kepala sekolah/madrasah. Adapun kompetensi-kompetensi dasar yang dimaksud yaitu; Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Manajerial, Kompetensi Kewirausahaan, Kompetensi Supervisi, Kompetensi Sosial.
Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Untuk itu kepala sekolah harus mengetahui tugas-tugas yang harus ia laksankan. Dalam menjalankan kepemimpinannya, selain harus tahu dan paham tugasnya sebagai pemimpin, yang tak kalah penting dari itu semua seyogyanya kepala sekolah memahami dan mengatahui perannya. Adapun peran-peran kepala sekolah yang menjalankan peranannya sebagai manajer seperti yang diungkapkan oleh Wahjosumidjo (2002:90) adalah: (a) Peranan hubungan antar perseorangan; (b) Peranan informasional; (c) Sebagai pengambil keputusan.
Peranan Kepemimpinan Kepala Sekolah Profesional Sejalan dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap akuntabilitas sekolah, maka meningkat pula tuntutan terhadap kinerja kepala sekolah. Kepala Sekolah diharapkan melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai manajer dan leader. Sebagai pemimpin pendidikan di sekolah kepala sekolah memiliki tanggung jawab sepenuhnya untuk mengembangkan seluruh sumber daya sekolah. Efektivitas kepemimpinan kepala sekolah tergantung kepada kemampuan bekerjasama dengan seluruh warga sekolah, serta kemampuannya mengendalikan pengelolaan sekolah untuk menciptakan proses belajar mengajar.

4.3.1  Kepala Sekolah Yang Berkarakter
Karakter mendemonstrasikan etika atau sistem nilai personal yang  ideal (baik dan penting) untuk eksistensi  diri dan berhubungan dengan orang lain. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
Ciri-ciri kepala sekolah berkarakter antara lain: (1) dipercaya (trustworthiness), (2) menghormati (respect), (3) memelihara keadilan (fairness), peduli (caring), (4) bertanggung jawab (responsibility).
4.3.1.1 Dipercaya (Trustworthiness).
Seorang kepala sekolah dapat dipercaya jika seseorang itu jujur ucapannya, benar tindakannya, tuntas dan berkualitas pekerjaannya. Dalam hal ini kepala sekolah berkarakter yang dimaksudkan di SD Bali Public School adalah seorang yang dapat dipercaya dan akan mencerminkan prilaku seperti yang terdapat dalam ajaran agama Hindu sebagai sebuah wujud kearifan lokal yakni Panca Satya; berkata sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, sejalan pikiran, ucapan  dan perbuatannya, menepati janji yang diucapkannya, menjaga rahasia sebaik-baiknya, Tidak berprasangka buruk terhadap siapapun, dan selalu bertindak benar menurut kaidah agama, hukum, norma masyarakat dan peraturan (Panca Satya).


4.3.1.2  Menghormati (Respect)
Seorang kepala sekolah di katakan menghormati orang lain jika ucapannya sopan, perilakunya santun serta tindakannya bermampaat untuk orang lain.  Kepala SD Bali Public School adalah orang yang menghormati orang lain, dan selalu berperilaku menerima keberadaan orang lain tanpa bersyarat, tidak menyalahkan orang lain atas kegagalannya, berlapang dada dan tidak mudah tersinggung oleh ucapan dan tindakan orang lain, menjaga perasaan orang lain, tidak memaksakan kehendak, memberi selamat kepada yang berhasil dan memberi dukungan kepada yang kurang beruntung (Catur Paramitha).
4.3.1.3  Memelihara Keadilan (Fairness)
Seseorang kepala sekolah yang memelihara keadilan akan  mengutamakan kepentingan negara, bangsa, orang banyak di atas kepentingan pribadi dan atau kepentingan kelompok. Kepala SD Bali Public School adalah seseorang yang menghormati orang lain dengan memperlakukan setiap orang sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, tidak pilih kasih, tertib dan tidak menyalahgunakan aturan, membagi keberuntungannya kepada orang lain, bersikap terbuka dan bersedia mendengarkan orang lain, tidak memperdaya orang lain, dan memperlakukan orang lain sesuai dengan perlakuan yang di harapkannya dari orang lain (Tatwam Asi).

4.3.1.4  Peduli (Caring)
Kepala SD Bali Public School adalah sosok yang peduli akan selalu penuh perhatian terhadap keberadaan orang lain. Peilaku dari orang yang peduli antara lain; menunjukkan kebaikan hati kepada sesama, empati dan merasa terharu terhadap penderitaan orang lain, memaafkan, tidak pemarah dan tidak pendendam, murah hati dan bersedia memberi pertolongan, sabar terhadap keterbatasan orang lain, peduli terhadap keberlanjutan kehidupan umat manusia (Tri Parartha)
4.3.1.5  Bertanggungjawab (Responsibility)
Seseorang kepala sekolah disebut bertanggungjawab jika dapat mengendalikan diri dari sesusatu yang merugikan. Kepala SD Bali Public School adalah orang yang bertanggungjawab. Prilakunya seperti mempertimbangkan manfaat dan resiko ucapan dan perbuatannya, merencanakan segala sesuatu sebelum melaksanakannya, tidak mudah menyerah dan terus mengupayakan keberhasilan, melakukan yang terbaik setiap saat, menjaga ucapan dan tindakan, loyal dalam menaati perintah sesuai dengan tugas dan kewajiban (Shadana).
Konsep-konsep kearifan lokal yang dijiwai oleh ajaran agama Hindu dibentuk sedemikian rupa dalam kaidah pendidikan Neo-Humanisme sehingga tidak menggunggulkan salah satu ajaran agama saja, melainkan menyetarakan dan mensejajarkan setiap ciptaan Tuhan dengan segala macam bentuk perbedaan, baik kelebihan maupun kekurangannya. Program di SD Bali Public School yang dikemas sebagai wujud kearifan lokal untuk menumbuhkan karakter tersebut selanjutnya di sebut Five Principle Of Morality (Lima dasar moralitas) Yaitu; Non Harming (tidak menyakiti), Non Stealing (tidak mencuri), Speak the Truth (Jujur), Universal Love, (Cinta Kasih), Be Humble don’t be gready (Sederhana).

4.3.2  Kepala Sekolah Yang Profesional
Sejalan dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap akuntabilitas sekolah, maka meningkat pula tuntutan terhadap kinerja kepala sekolah. Kepala Sekolah diharapkan melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai manajer dan leader. Sebagai pemimpin pendidikan di sekolah, kepala sekolah memiliki tanggung jawab sepenuhnya untuk mengembangkan seluruh sumber daya sekolah. Efektivitas kepemimpinan kepala sekolah tergantung kepada kemampuan bekerjasama dengan seluruh warga sekolah, serta kemampuannya mengendalikan pengelolaan sekolah untuk menciptakan proses belajar mengajar.
Di samping itu, Iklim, suasana, dan dinamika sekolah memiliki peranan yang sangat penting dalam peningkatan motivasi belajar, kerjasama sehingga masing-masing peserta didik memiliki kesempatan yang optimal untuk mengembangkan potensi dirinya. Sebagaimana dinyatakan oleh Gardner bahwa peserta didik memiliki 8 kecerdasan (Fisik, Linguistik, Matematis/Logis, Visual/Spasial, Musikal, Naturalis, Interpersonal, Intrapersonal). Sistem Penjaminan mutu pendidikan merupakan standar mutu pendidikan yang harus diwujudkan oleh semua warga sekolah agar proses belajar mengajar dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas.
Seorang kepala sekolah disebut profesional apabila: (1). memiliki kejujuran dan integritas pribadi; (2). mendedikasikan sebagian besar waktunya untuk bekerja di bidangnya; (3). memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dapat dikategorikan ahli pada suatu bidang; (4). berusaha mencapai tujuan dengan target-target yang ditetapkan secara rasional; (5).memilikistandar yang tinggi dalam bekerja; (6). memiliki motivasi yang kuat untuk mencapai keberhasilan dengan standa rkualitas yang tinggi; (7). mencintai dan memiliki sikap positif terhadap profesinya yang antara lain tercermin dalam perilaku profesionalnya dan respons orang-orang yang berkaitan dengan profesi/pekerjaannya; (8). memiliki pandangan jauh ke depan (visionary); (9). menjadi agen perubahan; (10). memiliki kode etik, dan (11). memiliki lembaga profesi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa profesionalisme kepala sekolah adalah suatu bentuk komitmen kepala sekolah untuk selalu meningkatkan dan mengembangkan kompetensinya yang bertujuan agar kualitas keprofesionalannya dapat tercapai secara berkesinambungan.
Ciri-ciri Kepala Sekolah Profesional antara lain memiliki: (1). kejujuran; (2). kompetensi yang tinggi; (3). harapan yang tinggi (high expectation); (4). standar kualitas kerja yang tinggi; (5). motivasi yang kuat untuk mencapai tujuan; (6). integritas yang tinggi; (7). komitmen yang kuat; (8). etika kepemimpinan yang luhur (menjadi teladan); (9). kecintaan terhadap profesinya; (10). kemampuan untuk berpikir strategis (strategic thinking); dan (11). memiliki pandangan jauh ke depan (visionary).
Seorang kepala sekolah disebut profesional apabila:
1.    memiliki kejujuran dan integritas pribadi;
2.    mendedikasikan sebagian besar waktunya untuk bekerja di bidangnya;
3.    memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dapat dikategorikan ahli pada suatu bidang;
4.    berusaha mencapai tujuan dengan target-target yang ditetapkan secara rasional;
5.    memiliki standar yang tinggi dalam bekerja;
6.    memiliki motivasi yang kuat untuk mencapai keberhasilan dengan standar kualitas yang tinggi;
7.    mencintai dan memiliki sikap positif terhadap profesinya yang antara lain tercermin dalam perilaku profesionalnya dan respons orang-orang yang berkaitan dengan profesi/ pekerjaannya;
8.    memiliki pandangan jauh ke depan (visionary);
9.    menjadi agen perubahan;
10.    memiliki kode etik, dan
11.    memiliki lembaga profesi.




4.4  Upaya Menjadi Kepala Sekolah Yang Berkarakter Dan Profesional
Adapun upaya untuk menjadi seorang kepala sekolah yang berkarakter dan profesional adalah sebagai berikut:
4.4.1   Pembinaan kemampuan profesional kepala sekolah
Wadah-wadah yang telah dikembangkan dalam pembinaan kemampuan profesional kepala sekolah adalah kelompok kerja kepala sekolah (KKKS). Di samping itu peningkatan dapat dilakukan melalui workshop, seminar, pelatihan dan pendidikan, peningkatan mutu dengan program sarjana atau pasca sarjana bagi para kepala sekolah sesuai dengan bidang kehaliannya, sehingga tidak terlepas dari koridor disiplin ilmu masing-masing.
4.4.2   Revitalisasi Fungsi dan Peran KKKS di sekolah
Melalui KKKS dapat dipikirkan bagaimana menyiasati kurikulum yang padat dan mencari alternatif pembelajaran yang tepat serta menemukan berbagai variasi metoda dan variasi media untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Dengan mengefektifkan KKKS semua kesulitan dan permasalahan yang dihadapi oleh guru dan kepala sekolah dalam kegiatan pendidikan dapat dipecahkan, dan diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
4.4.3   Peningkatan disiplin dan etos kerja
Dalam menumbuhkan kepala sekolah profesional dalam paradigma baru manajemen pandidikan di sekolah diperlukan adanya peningkatan disiplin dan etos kerja untuk menciptakan iklim sekolah yang lebih kondusif dan dapat memotivasi kerja, serta menciptakan budaya kerja dan budaya disiplin para tenaga kependidikan dalam melakukan tugasnya di sekolah.
4.4.4   Pembentukan kelompok diskusi profesi
Kelompok diskusi profesi dapat dibentuk untuk mengatasi tenaga kependidikan yang kurang semangat dalam melakukan tugas-tugas kependidikan di sekolah yang melibatkan pengawas sekolah, komite sekolah atau orang lain yang ahli dalam memecahkan masalah yang dihadapi kepala sekolah dan tenaga kependidikan.
4.4.5   Peningkatan layanan perpustakaan dan penambahan koleksi
Salah satu sarana peningkatan profesionalisme kepala sekolah adalah tersedianya buku yang dapat menunjang kegiatan sekolah dalam mendorong visi menjadi aksi. Karena akan sangat sulit dapat mengembangkan dan meningkatkan profesionalisme kepala sekolah jika tidak ditunjangkan oleh sumber belajar yang memadai.
4.4.6   Peningkatan layanan penguasaan IT
Kepala sekolah yang profesional diharapkan mampu menguasai IT, setidaknya dapat mengggunakan perangkat lunak (software) dengan baik, dan bisa menciptakan karya inovasi untuk membantu mempermudah proses dan meningkatkan mutu pelayanan kepada orang tua dan masyarakat.


4.5  Upaya Kepala Sekolah Meningkatkan Karakter dan Profesional
Untuk mewujudkan tujuan sekolah khususnya dan tujuan pendidikan dasar umumnya sesuai visi, dan misi sekolah, maka kepala SD Bali Public School melakukan  upaya-upaya untuk meningkatkan karakter sehingga anak-anak lebih mandiri dan tercapai profesionalisme sesuai dengan minat dan bakatnya dikemudian hari. Adapun landasan dan konsep dasar penanaman karakter yang dikembangkan, dilaksanakan dan dievaluasi setiap minggunya melalui rapat rutin Dewan Guru di SD Bali Public School yaitu:
4.5.1 Five Principles Of Morality
1.    No Harming (don’t  hurt anyone)
Kepala sekolah, Dewan Guru, Staf, dan Siswa dibiasakan untuk selalu berpikir, berkata, dan berbuat sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing, sehingga mereka terbiasa untuk tidak menyakiti satu sama lainnya sebagai sebuah wujud kearifan lokal yang dilaksanakan setiap hari melalui program pembiasaan rutin, dan berkesinambungan.
2.    Speak The Truth (don’t tell a lie)
Kepala sekolah, Dewan Guru, Staf, dan Siswa dibiasakan untuk saling memahami satu sama lain, sehingga tidak ada jarak pemisah yang berarti dalam hal mendidik bahkan dalam proses belajar mengajar di sekolah. Dewan Guru, Staf, dan Siswa selalu dibiasakan untuk berkata apa adanya sesuai dengan apa yang mereka lihat, apa yang mereka dengar, dan apa yang mereka ketahui tanpa dilebihi dan atau dikurangi.
3.    No Stealing (don’t take anything without permission)
Seluruh stekholder yang ada di SD Bali Public School dibiasakan untuk tidak mengambil barang milik orang lain tanpa permisi. Dalam prihal sesuatu barang, buku, uang, dan atau yang lainnya yang berhubungan dengan sekolah terjatuh, terlupa dan atau tercecer tanpa sengaja di sekolah, bagi yang menemukan akan mengembalikan ke wakil kepala sekolah dan atau langsung kepada kepala sekolah, untuk selanjutnya diinformasikan kepada seluruh warga sekolah, sehingga timbul budaya saling mengingatkan dan selalu memberikan keterangan jika ada diantara siswa yang kehilangan dan ditemukan oleh yang lainnya.
4.    Universal Love (love everybody love everything)
Seluruh stekholder yang ada di SD Bali Public School dibiasakan untuk saling mengasihi dan menyayangi satu sama lain, saling membantu melalui kegiatan charity (sumbangan), tidak menghina satu sama lain dan juga menyayangi lingkungan.
5.    Be Humble (don’t be greedy)
Seluruh stekholder yang ada di SD Bali Public School dibiasakan untuk selalu bersyukur atas segala sesuatunya baik nikmat dan rahmat Tuhan atas segala limpahannya dalam segala bentuk berkat yang diberikan.
4.5.2 Program 5 S
1.    Senyum (smile to everyone)
Awali hari dengan senyum ketika bertemu dengan siapapun baik di rumah, dilingkungan sekolah, dan atau di masyarakat. Dewan guru, staf, dan siswa dibiasakan untuk selalu memberi senyum ketika bertemu di lingkungan sekolah.
2.    Salam (say greeting for everyone)
Dalam setiap pertemuan diawali dengan salam “Namaskar” dilanjutkan dengan “goog morning” yang wajib diucapkan oleh seluruh stakeholder yang ada di SD Bali Public School.
3.    Sapa (don’t forget to ask about your family, teachers and friends’ condition)
Setelah mengucapkan salam, dilanjutkan dengan menanyakan keadaan satu sama lainnya. Ini membiasakan untuk saling bercengkrama untuk menambah keakraban terhadap sesama di lingkungan SD Bali Public School.
4.    Sopan (be a polite person)
Dalam bertutur kata, bersikap, dan menggunakan bahasa tubuh harus sopan. Menghormati orang yang lebih tua dan berbicara yang lembut, tidak dengan nada yang keras dan kasar.



5.    Santun  (be courtesy to everyone)
Saling menghargai dan menghormati satu sama lain, menanamkan cinta kasih sehingga kesantunan dapat diutamakan dalam melakukan apapun di sekolah.

4.5.3  Program TTM (Terpaksa, Terbiasa, Membudaya)
Program ini adalah wujud nyata kerjasama antara pihak sekolah dengan Orang tua siswa. Orang tua siswa dan guru menjalin sebuah kerja sama yang saling menguntungkan. Penggunaan media sosial seperti group BBM dan Whatsaap dapat membantu komunikasi yang lebih baik. Orang tua diharapkan untuk mengingatkan anak-anakya agar dibiasakan untuk bangun lebih pagi, menyiapkan perlengkapan sekolah, mengkomunikasikan segala sesuatu yang terjadi di sekolah dan memantau perkembangan anak-anak, serta turut serta menjaga kebersihan toilet, menjaga kebersihan dan cinta terhadap lingkungan.
a. Terpaksa (do good things everyday)
Terpaksa untuk selalu berpikir, berkata, dan berbuat yang baik setiap hari.
b. Terbiasa (maintain cleanliness)
Dari awalnya anak-anak merasa terpaksa, karena terus menerus dilatih, sehingga akan menjadi terbiasa. Anak-anak akan merasa bahwa yang dilakukannya adalah sesuatu yang berguna untuk dirinya sendiri bukan karen perintah lagi.
c.  Membudaya (do good habit)
setelah proses pembiasaan dan kebiasaan yang dilakukan siswa menjadi sebuah disiplin diri dan tanggungjawabnya, maka akan tumbuh sikap membudaya. Bahwa dimanapun nantinya anak-anak ini berada selalu ingat ketika buang air kecil misalnya selalu di siram, membuang sampah pada tempatnya, dan turut menjaga kelestarian lingkungan. Jika sudah membudaya maka program ini akan mampu menciptakan generasi emas Indonesia sebagaimana yang dicita-citakan selama ini oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo.

4.5.4   Program ACMI (Aku Cinta Masakan Ibu)
Program ini adalah bentuk kerjasama antara sekolah dengan orang tua, yakni untuk menumbuhkan dan membudayakan sikap syukur, mencintai, dan berbhakti, serta menjaga perkembangan anak-anak. Yang dimaksud BERSYUKUR  adalah membiasakan siswa untuk selalu bersyukur atas segala limpahan rezeki atas berkat, rahmat dan karunia Tuhan kepada diri dan keluarganya tercinta. MENCINTAI dimaksudkan untuk menumbuhkan karakter siswa untuk belajar menghargai dan mencintai karya ibundanya sebagai bagian dan interprestasi hasil dan proses belajar di sekolah. yang dimaksud BERBHAKTI dalam program ini adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk turut serta membantu orang tua mereka di rumah agar mengimplementasikan pemahaman sikap keagamaan dalam wujud taat dan bhakti kepada orang tuanya. Dan BERKEMBANG      artinya pihak sekolah (guru) turut serta mengupayakan agar pertumbuhan dan perkembangan siswa selalu stabil dalam hal fisik, mental, dan spiritual melalui makan makanan sehat, bergizi, dan menu seimbang setiap hari.
Adapun teknis pelaksanaan dari program ini sebagai berikut:
a.    Setiap siswa wajib membawa makanan jadi dari rumah, dan dilengkapi dengan camilan (puding/buah segar dan atau sejenisnya). Untuk menu makanan agar bervariasi setiap hari dengan memperhatikan asupan menu sehat dan gizi seimbang.
b.    Setiap wali kelas dan atau guru yang mengajar pada jam ke 4 (jam istirahat pertama) wajib mendampingi siswa untuk makan bersama di kelas, dengan ketentuan semua buku dirapikan dan di atas meja hanya ada kotak makan yang telah di bawa oleh masing-masing siswa.
c.    Sebelum makan, siswa diajak melaksanakan doa bersama sebagai rasa syukur atas berkat dan karunia Tuhan serta mengucapkan terima kasih kepada ibunda yang telah mempersipakan segala keperluannya.

d.   Makan bersama dengan durasi waktu selama kurang lebih 15 menit.
e.    Setelah makan, siswa diajak merapikan kembali meja dan kotak makannya, selanjutnya siswa wajib meninggalkan ruang kelas untuk beristirahat (bermain di halaman dan atau membaca buku di perpustakaan sekolah).
f.     Pada saat jam istirahat ke dua, siswa diwajibkan secara bersama-sama untuk menikmati camilan (puding/buah dan atau sejenisnya) dengan santai dan riang gembira penuh canda dan tawa.

4.5.5  Program PECIL (Peduli dan Cinta Lingkungan)        
Program ini dikhususkan untuk menumbuhkan kesadaran untuk turut serta menjaga lingkungan, baik lingkungan rumah, sekolah, maupun masyarakat sekitarnya. Tujuan dari program ini adalah memupuk  TANGGUNGJAWAB dimana siswa terlibat langsung dalam menjaga kebersihan lingkungan (keep clean). MENCINTAI maksudnya adalah menumbuhkan kesadaran siswa untuk merawat serta melestarikan lingkungan baik di sekolah, di rumah, dan lingkungan tempat tinggal (go green). Dan BERSIH         yakni membiasakan siswa untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan sebagai cerminan kepribadian diri dengan cara membuang sampah pada tempatnya dan mengupayakan 3 R (reduce, recycle, reuse).         
Adapun teknis tata cara pelaksanaan dari program ini sebagai berikut:
a.    Setiap hari guru dan siswa wajib untuk merawat lingkungan sekolah (memperhatikan tanaman dan menyiram tanaman yang layu)
b.    Setiap hari guru dan siswa wajib untuk saling mengingatkan satu sama lainnya, agar membuang sampah pada tempatnya sehingga terjadi kerjasama multi arah yang bersifat meluas hingga ke masyrakat.
c.    Setiap hari guru dan siswa membiasakan pola hidup sehat dengan cara selalu menjaga kebersihan lingkungan baik di dalam kelas, di luar kelas, di rumah, dan di masyarakat.

4.5.6  Program GEMPES (Gemar Menabung dan Peduli Sesama)
Program ini adalah kelanjutan dari kesadaran untuk membangun dan menumbuhkan jiwa kewirausahaan yang dikhususkan untuk membudayakan life skill mereka survive di kemudian hari. Tujuan dan sekaligus manfaat program ini yakni HEMAT yang bertujuan untuk membiasakan siswa belajar berhemat dengan cara menyisihkan uang saku untuk di tabung. MENABUNG artinya memperkenalkan kepada siswa sedini mungkin tentang proses menabung dan memberikan rangsangan untuk dijadikan motivasi. HARAPAN      maksudnya adalah memberikan ruang dan ide selama satu tahun dan atau lebih kepada siswa untuk mereka berekspresi dan bercita-cita untuk memperoleh barang/benda kesukaannya. Dan PEDULI            yakni menumbuhkan sikap simpati dan empati kepada sesama yang kurang beruntung, dengan cara turut serta memberikan bantuan sesuai kemampuan.
Adapun teknis tata cara pelaksanaan dari program ini sebagai berikut:
a.    Siswa menabung dengan besaran minimal Rp.1.000.00,- dan atau lebih sesuai keinginan mereka (boleh menabung setiap hari) dan dicatat pada buku tabungan masing-masing.
b.    Tabungan siswa dikumpulkan oleh koordinator kelas atau guru kelas sesuai catatan dalam tabungan dan disimpan dengan baik dan aman selama seminggu, setelah seminggu terkumpul dilanjutkan penyetoran ke bank, demikian untuk minggu selanjutnya.
c.    Tabungan siswa dibuatkan rekening SIMPEL di Bank BPD Bali cabang Unud (atas nama siswa sendiri) dengan cara melengkapi dan mengembalikan form yang dibagikan kepada masing-masing guru kelas atas persetujuan orang tua.
d.   Jumlah tabungan terbanyak akan diberikan reward oleh pihak Bank BPD Bali cabang Unud.
e.    Untuk dana Peduli Sesama, setiap minggu (pada hari Jumat di jam pramuka) siswa menyisihkan uang sakunya dengan cara menyumbang secara sukarela di kotak yang telah disiapkan.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelahaan untuk menjadi seorang kepala sekolah yang berkarakter dan profesional melalui kearifan lokal yang telah dipaparkan, hasil seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Hakekat seorang kepala Sekolah yang berkarakter dan profesional diharapkan dapat dan mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai manajer dan leader. Ciri-ciri kepala sekolah berkarakter antara lain; (1) dipercaya (trustworthiness), (2) menghormati (respect), (3) memelihara keadilan (fairness), peduli (caring), (4) bertanggung jawab (responsibility).
2.      Profesionalisme kepala sekolah adalah suatu bentuk komitmen kepala sekolah untuk selalu meningkatkan dan mengembangkan kompetensinya yang bertujuan agar kualitas keprofesionalannya dapat tercapai secara berkesinambungan. Salah satu Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan karakter dan profesionalisme kepala sekolah adalah dengan peningkatan pemahaman dan penguasaan terhadap IT.
3.      Kearifan lokal yang dikembangkan untuk menjadikan seorang kepala sekolah yang berkarakter adalah Five Principle Of Morality (Lima dasar moralitas), program 5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, dan Santun), Program TTM (Terpaksa, Terbiasa, Membudaya), Program ACMI (Aku Cinta Masakan Ibu), Program PECIL (Peduli dan Cinta Lingkungan), dan Program GEMPES (Gemar Menabung dan Peduli Sesama).




5.2 Saran
Dari hasil simpulan dimaksud, maka disampaikan saran sebagai berikut :
1.    Untuk meningkatkan karakter dan profesionalisme kepala sekolah dalam menjalankan tupoksinya, maka diharapkan kepada para kepala sekolah mengembangkan seluruh potensi diri dan sekolah baik Sumber Daya Manusia (SDM) maupun Sumber Daya Sekolah (SDS) yang ada di sekolah.
2.    Kepala sekolah diharapkan mampu mengembangkan empat ciri karakter di sekolah dengan kemampuan yang maksimal dan optimal, sehingga benar-benar akan mencirikian sebagai seorang kepala sekolah yang berkarakter.
3.    Kepala sekolah yang berkarakter diharapkan mampu menggali potensi kearifan lokal untuk lebih meningkatkan profesionalismenya di sekolah dan di masyarakat.
4.    Kepala sekolah harus tetap menjaga komitmen, tugas dan tanggungjawabnya baik dalam keadaan suka maupun duka, serta terus mengembangkan potensi diri yang dimiliki.
5.    Kepala sekolah diharapkan wajib dan mampu mengoperasikan perangkat lunak (software) yang berhubungan dengan dunia pendidikan.

 DAFTAR PUSTAKA
Wahjosumidjo. 2002. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

UU No. 20 tahun 2003. 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Surakarta: Pabelan.

Zaman Nurul. 2005. Metodelogi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Mulyasa. 2005. Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung: Remaja Rosda Karya.

Arikunto, S. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Edi Putra, Komang, 2006. SKRIPSI Nilai-Nilai Pendidikan Agama Hindu Dalam Upacara Ngaben Masirig di Banjar Pancaseming Desa Batuagung Kecamatan Negara Kabupaten Jembrana – Bali  Denpasar: IHD Negeri Denpasar.

Suparma, 2007. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Bali.

Syaiful Sagala. 2007. Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfabeta
Kusnandar. 2007. Guru Profesional. Jakarta: PT Raja Grafindo
Sedyawati, Edi. 2008. Keindonesiaan dalam Budaya: Buku 2 Dialog Budaya Nasional dan Etnik, Peranan Industri Budaya dan Media Massa, Warisan Budaya dan Pelestarian Dinamis. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
Kesuma, dkk.2011. Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,


See more at:





Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEBERADAAN, PENGARUH DAN HUBUNGAN AGAMA HINDU DENGAN KONSEPSI ESTETIKA DI BALI

Take Home Landasan Pendidikan